WAKTU Medan

Kamis, 23 Juli 2009


Ini adalah cerita tentang anak-anak. Ada yang masih berusia belasan tahun, bahkan baru hitungan tahunan. Kurus, lusuh, dan bau.

Sekilas tidak ada masa depan yang terpampang di wajah mereka. Hidup untuk hari ini, kenyang untuk kali ini. Cukup dengan menengadahkan tangan di perempatan jalan, itulah cara mereka mencari uang.

Meski demikian mereka tetap semangat belajar. Terbukti,Sudah sejak sebulan terakhir setiap Jumat dan Sabtu malam mereka bermain dan belajar bersama kami, empat perempuan yang sejak sebulan terakhir berkomitmen untuk mereka. Mereka adalah anak-anak jalanan pasar Gaplok di tepian rel kereta api Stasiun Senen, Jakarta Pusat.

Siang itu adalah hari pertama aku mengunjungi anak jalanan Pasar Gaplok. Karena sejak masih duduk di bangku kuliah aku sudah pernah pendampingan anak-anak jalanan di bantaran Kali Code Jogjakarta, aku merasa kegiatan itu biasa saja.

Tapi ada hal yang luar biasa aku temui. Tempat tinggal mereka. Nyunyun misalnya. Anak perempuan yang bermimpi menjadi artis terkenal ini tinggal di sebuah tenda bersama ketujuh sodara kandungnya ditambah dengan ibu dan bapak tirinya.

Keluarga Nyunyun yang berasal dari Sukabumi itu menempati sebuah tenda setinggi dada dengan alas tikar seadanya. Tali yang disambung pada tiang pembatas kereta menjadi penahan atap tenda, sementara kain terpal yang sudah mulai lapuk dimakan hujan dan panas bertumpuk sembarangan dengan mantel yang sudah tampak robek di sana sini.
Sejak pukul 12 kami datang, Nyunyun sudah menyambut kami dengan pakaian basah.

“Habis nyuci, kak..ntar dulu yah Nyunyun mandi dulu, ntar baik lagi” ujar bocah polos itu yang sengaja berlari saat melihat kami datang.

Tidak berapa lama dia datang dengan dandanan seadanya dan tanpa alas kaki.

Lain Nyunyun, lain lagi dengan Ican. Anak yang kira-kira berusia kelas satu SMP ini paling semangat dalam setiap kesempatan kami datang untuk belajar. Ican adalah satu-satunya anak yang memiliki cacat bawaan lahir pada kedua kakinya.

Meski tidak pernah mengenyam bangku sekolah, anak yatim piatu yang konon dibuang kedua orang tuanya karena cacat ini sudah bisa mengenal huruf, bahkan mengejanya menjadi satu kalimat.

Selain semangat belajar, Ican juga yang paling semangat memasang papan tulis putih yang biasa kami gunakan sebagai media belajar.

Apalagi saat kain terpal kami mulai terjuntai ditiup angin, Ican pula yang rela naik ke atap rumah triplek kami untuk sekedar menjepit kain terpal dengan sebongkah batu.

“Ican panggilin temen-temen yang lain buat belajar bersama yah, kak,” itu kalimat yang selalu dia sampaikan saat kami mulai membuka sesi pembukaan kelas dengan mengabsen nama-nama mereka.

Meski paling semangat belajar, ada saja tugas yang tidak bisa Ican tinggalkan. Setiap habis menikmati sepiring nasi bersama ikan ayam, Ican harus mengemis.

Bukan hanya Ican saja. Nyunyun yang juga menjadi tulang punggung keluarganya juga kadang tidak bisa ikut bermain dan belajar bersama.

“Nyunyun ngemis,” ujar salah anak-anak Pasar Gaplok sahut-sahutan saat kami menanyakan keberadaannya.

Melihat ini, kadang hati kami miris. Hanya empat jam lamanya kami menghabiskan waktu belajar, bermain, atau sekedar mengobrol bersama-sama.

Itupun dilakukan hanya setiap Jumat malam dan Sabtu siang, namun kadang mereka harus abaikan karena tanggungjawab mencari uang.

Bukan hanya Ican dan Nyunyun saja, masih ada 40 anak di Pasar Gaplok yang juga berada pada kondisi yang tidak jauh berbeda dengan mereka.

Semua adalah anak-anak yang sering diperkerjakan sebagai pengemis di perempatan jalan seputar Cikini, Menteng, dan Atrium.

Itulah kegiatan yang dilakukan anak-anak kelas KUMPUL BOCAH Pasar Gaplok bersama empat perempuan dan beberapa relawan lainnya yang tergabung dalam AE Foundation, Kasih Mengikat Kita.

Ada Ati, Erna, Arti, dan aku sendiri, serta beberapa kawan lain seperti Norbeth, Datu, dan Lili.

Bukan harta yang kami berikan, tetapi kami berikan kasih sayang, perhatian, memberikan suasana menyenangkan dalam belajar dan bermain, bak masa kanak-kanak kami dahulu.

Setidaknya, kami membantu mereka menikmati masa kanak-kanak mereka sembari memberi mimpi dan harapan di masa depan. Semoga..

1 komentar:

  1. Syalom...semoga turun ke dlm lgkungan kumuh dan anak jalanan seperti ini dpt jg qt lakukan sebagai program di medan pelayanan qt...

    BalasHapus

nih gw bantu nyariin pake Goggle